Lampung Selatan, LBS NEWS, Dugaan pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM), Pondok Pesantren (Ponpes) Bahril Wahdah Darussalam, dari wakaf menjadi sertifikat atas nama pribadi yang diduga dilakukan oleh M. Ridwan secara sepihak mulai terkuak.
Hal itu diketahui awak media, saat keluarga Ahli Waris H. Darussalam selaku pemberi wakaf, para Nadzir dan juga masyarakat Dusun 1 Margo Lestari mengadakan musyawarah mengenai tabir terbitnya beberapa sertifikat atas nama M. Ridwan di atas lahan wakaf Ponpes.
Musyawarah tersebut dilangsungkan di Masjid Nurul Yaqin dusun setempat, pada Sabtu tanggal 2 November 2024.
Hadir pada kesempatan itu, H. Darussalam dan juga para ahli waris, serta tokoh masyarakat yang pada tahun 2015 turut serta dalam proses pembangunan Ponpes Bahril Wahdah Darussalam, seperti Rohim Ismail, S.Pd, H. Bakin, dan beberapa orang tua exs santri Bahril Wahdah yang anak-anaknya pernah menjadi korban kekerasan yang diduga dilakukan oleh M. Ridwan.
Berdasarkan penelusuran awak media, awal berdirinya Ponpes Bahril Wahdah Darussalam merupakan wakaf dari H. Darussalam kepada Drs. Rafiuddin JA, pada tahun 2012, kemudian ditahun 2013 Akta Ikrar Wakaf (AIW) wakaf tersebut terbit dengan adanya 5 Nadzir yang tercatat didalam AIW tersebut.
Baca juga : Tanah wakaf dan hibah jadi SHM , Ponpes jadi sorotan
Selang berapa tahun kemudian, Ponpes belum juga berdiri. Karena Drs. Rafiuddin tercatat sebagai Nadzir dari H. Darussalam maka pada tahun 2015 dirinya menggandeng M. Ridwan dari Gunung Madu Lampung Tengah, ke Margo Lestari untuk menjadi pimpinan dan pengelola di Ponpes kelak ketika sudah berdiri.
Awalnya, masyarakat setempat, semangat bergotong-royong membangun Ponpes dengan tujuan menjadi amal ibadah kelak di akhirat.
Namun, 5 tahun terakhir setelah Ponpes berdiri, masyarakat mulai meninggalkan Ponpes, lantaran M. Ridwan selaku pimpinan Ponpes diduga sudah tak lagi menjadi contoh dan cerminan yang baik bagi santri.
Parahnya lagi, selain pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap santrinya, M. Ridwan diduga telah membuat sertifikat Ponpes yang awalnya tanah wakaf menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Pribadi tanpa diketahui oleh masyarakat dan pemberi wakaf, melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2022 di Desa Margo Lestari.
Padahal, diketahui, H. Darussalam memberikan wakaf untuk Ponpes Bahril Wahdah, sebanyak dua kali, dengan luas 1200 m2 dan juga 800 m2.
Tanah wakaf yang pertama seluas 1.200 m2 diberikan kepada Drs. H. Rafiuddin JA dan tercatat pada Kantor Urusan Agama (KUA), dengan nomor pengesahan nadzir perorangan nomor W.5/01/1/2013 dan disahkan pada 8 Januari 2013 ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar, Nurliansyah, S.Ag., M.M.
Sementara tanah wakaf yang kedua di serahkan pada tahun 2020 ditandai dengan penyerahan oleh H. Darussalam dan disaksikan oleh masyarakat. Bahkan momen penyerahan tersebut diabadikan menjadi Kalender tahun 2020.
Tak hanya dari H. Darussalam saja, wakaf tanah untuk pondok juga diberikan oleh masyarakat setempat, dengan cara swadaya, yang waktu itu diakomodir oleh H. Bakin.
Saat ini dilahan wakaf yang dibeli dari sumbangan masyarakat dan donatur, telah berdiri Sekolah Menengah Pertama (SMP) IT Zafira Qudsia, yang juga telah disertifikatkan atas nama M. Ridwan.
Polemik, tanah wakaf menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) ini menjadi sorotan lantaran, diduga ada beberapa pihak yang turut melancarkan aksi M. Ridwan membuat SHM dengan program PTSL tanpa sepengetahuan masyarakat.
Sebab, saat awak media menelusuri ihwal terbitnya beberapa SHM atas nama M. Ridwan di lahan wakaf untuk Ponpes tersebut, didapati keterangan dari Kadus Dusun 1 Margo Lestari, Kamsidi bahwa pada tahun 2017 H. Darussalam telah memberikan hibah kepada M. Ridwan.
Tak hanya, H. Darussalam, Kamsidi juga mengatakan bahwa H. Bakin mewakili masyarakat turut memberikan hibah yang peruntukannya untuk lahan sekolah.
Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan Dwi Prasetyo TS, selaku ahli waris H. Darussalam, saat acara musyawarah, dia mengatakan bahwa ayahnya hanya memberikan wakaf untuk pondok bukan hibah.
Sebab seperti diketahui, syarat penerbitan sertifikat melalui PTSL, salah satunya adanya Akta Jual Beli, Surat Keterangan Tanah (SKT),
Surat hibah dan atau Surat keterangan waris.
” Sepengetahuan saya, baik dari bapak atau anak-anak tidak ada yang tanda tangan hibah. Setau saya dari awal itu hanya wakaf. Sekali lagi setau kami pihak keluarga tidak ada itu hibah, adanya ya wakaf,” Kata Dwi saat musyawarah.
Senada dengan Dwi, H. Bakin selaku ko’ordinator, pembelian tanah dari swadaya masyarakat dan juga sumbangan dari donatur atas nama Reza, yang saat ini berdiri SMP IT Zafira Qudsia mengatakan, dirinya dan masyarakat tidak mengetahui adanya surat hibah tanah yang diberikan kepada M. Ridwan.
” Saya nggak pernah tanda tangan apapun, terkait hibah, dan tidak pernah menghadap notaris. Jadi tidak ada itu hibah, saya kalau bilang A ya A, kalau ada tanda tangan saya, jelas rekayasa itu,” Tegas H. Bakin.
Namun anehnya, berdasarkan keterangan Kadus Dusun 1 Margo Lestari, Kamsidi, pemberi wakaf yaitu H. Darussalam pernah memberikan hibah pada tahun 2017.
Hal itu terlihat janggal, pasalnya H. Darussalam menyerahkan surat wakaf yang kedua pada tahun 2020, terdokumentasi pada kalender Ponpes tahun 2020.
Salah satu tokoh masyarakat yang turut serta dalam musyawarah itu juga merasa heran, kenapa saat ini di atas lahan wakaf tersebut terbit SHM atas nama M. Ridwan.
” Kan ini namanya sudah wakaf ya, tapi kok dijadikan sertifikat, pindah ke ridwan kok bisa, terus kemudian ya, namanya pak ridawan ini mungkin kiyai ya, itu kan seharusnya sudah tau hukumnya bahwa wakaf itu sudah tidak bisa di rubah-rubah, tapi kok melakukan itu,” Jelasnya penuh keheranan.
Hasil dari musyawarah tersebut, H. Darussalam, ahli waris, para nadzir dan juga tokoh masyarakat berharap agar ponpes Bahril Wahdah Darussalam dapat difungsikan kembali seperti tujuan awal berdirinya pondok.
Sebelumnya, awak media sempat mengkonfirmasi Kepala Desa (Kades) Margo Lestari, Sonjaya S.H, mengenai polemik dugaan terbitnya SHM atas nama M. Ridwan di lahan wakaf untuk Ponpes melalui pesan WhatsApp, pada tanggal 29 Oktober 2024.
Pihaknya hanya menjawab dengan pesan singkat,
” Selama ini ga ada masyarakat saya yang melapor masalah pondok pesantren. Jadi kalau sampean dapet Info tolong yang memberi Info suruh ngadep saya di balai desa mas terimakasih Info nya mas,” Balas Kades singkat.
Sementara itu, M. Ridwan saat dikonfirmasi wartawan mengenai polemik di Ponpes Bahril Wahdah Darussalam melalui pesan WhatsApp mengatakan, terbitnya SHM atas nama dirinya lantaran ditawari program PTSL oleh Kadus Dusun 1 Margo Lestari, Kamsidi.
” Waktu itu ditawari oleh Pak Kadus ada program prona, ya saya monggo, kalau mau disertifikatkan, kan gitu. Jadi saya nggak nanya-nanya, penawarannya itu hibah bisa naik Sertifikat,” Jelasnya.
Ditanya apakah masyarakat mengetahui dan menyerahkan hibah kepadanya,
M. Ridwan, mengatakan,” Kalau masalah masyarakat tau nggak nya kurang faham, karena yang saya tau pengertiannya hibah,” Kata dia.
Dia melanjutkan,” Kalau nggak salah ya di akta hibahnya itu hibah dari H. Bakin, atas nama masyarakat kepada, Muhammad Ridwan, kan gitu. Nah, ketika dinaikan ke sertifikat itu bisa, ya nggak bisa nolak mas, istilahnya kan kalau memang nggak bisa harusnya nggak diterbitkan,” Jelasnya.
M. Ridwan menambahkan, sebelum naik SHM, pihaknya telah memiliki dua akte hibah.
” Karena terus terang akte hibah itu ada. Saya pegang dua ya mas akte hibah, satu yang sekolah itu, yang kedua akte hibah yang dipondok. Waktu itu saya serahkan ke Pak Kamsidi,” Ungkapnya.
Ditanya wartawan, ada berapa sertifikat yang telah terbit di lahan Ponpes, M. Ridwan menyebut bahwa ada dua sertifikat atas nama pribadinya.
” Ada dua sertifikat, saat ini ada di BMT Syariah, Nggeh untuk hutang bangun asrama, di BMT Syariah di daerah Metro mas,” Kata Ridwan.
Ridwan menjelaskan, pihaknya sampai memiliki hutang di BMT Syariah lantaran untuk membangun asrama putra sebab santri Ponpes Bahril Wahdah Darussalam waktu itu mencapai 500 orang.
Karena, kata dia selama ini pihaknya tidak pernah membebani santri dan wali santri mengenai bangunan pondok.
Selama ini santri hanya dibebankan biaya infaq makan perbulan sebesar Rp. 300.000,-
Dari keterangan M. Ridwan kedua sertifikat tersebut saat ini dijaminkan di BMT Syariah Kota Metro, dengan total beban pinjaman sebesar Rp 212.000.000,-
Mengenai hal itu, pihaknya mengaku sudah deal-dealan dengan Kades.
” Pokoknya kemarin itu saya sudah deal dealan sama pak lurah waktu itu, pokonya utang saya dibantu pak lurah,” Kata dia.
” Kalau masalah pondok dijual itu nggak bener, saya hanya bilang ke Pak kades dan pak kadus bantu lunasi hutang saya, Setelah itu silahkan pondok untuk masyarakat,” Ujar Ridwan.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang berhasil dihimpun awak media, Baik H. Darussalam dan juga H. Bakin wakil dari masyarakat tidak pernah menandatangani surat hibah.
Diduga, dalam proses pembuatan akta hibah ada pihak-pihak yang tanda tangannya dipalsukan oleh oknum. Kemudian atas dasar surat hibah tersebut, BPN Lamsel menerbitkan SHM atas nama M. Ridwan.